Poldakaltim.com, BALIKPAPAN,– Safari Jumat Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs. Safaruddin bersama Wakapolda Kaltim dan jajarannya pada Jumat (26/5/2017) dilakukan di Masjid Jabaluussalam Kompleks Perumahan Bukit Damai Sentosa (BDS) Balikpapan. Tak kurang dari 300-an jamaah menghadiri salat Jumat yang didahului mendengarkan kotbah dari Kapolda Kaltim selaku khatib, dilanjutkan salat Jumat berjamaah dan diakhiri dengan salat ghaib untuk tiga anggota polisi yang gugur dalam peristiwa bom Kampung Melayu, Jakarta baru-baru ini.
Dalam Safari Jumat ini, diikuti pula jajaran Pejabat Utama Polda Kaltim di antaranya Irwasda, Karo Ops, Kepala SPN, Kabid Humas dan Kapolres Balikpapan.
Dalam khotbahnya, Kapolda Kaltim mengatakan dalam menjalani kehidupan setelah sebelas bulan kita menjalani kehidupan, tentu banyak dosa-dosa yang kita perbuat. Baik dosa terhadap Allah SWT, maupun dosa-dosa terhadap sesama manusia. Tentunya sebagai manusia biasa, pernah kita tidak menjalankan apa yang diperintah Allah. Pernah juga melaksanakan yang dilarang Allah Swt. Demikian juga terhadap sesama manusia. Mungkin kita pernah berdosa kepada sesama manusia.
“Kita patut bersyukur, pada tahun ini kita diberikan kesempatan, diberi umur panjang untuk bertemu kembali bulan Suci Ramadhan yang insyaallah besok kita mulai melaksanakan puasa, dan nanti malam mulai salat tarawih,†katanya.
Bulan ramadhan ini, kata Kapolda Kaltim, merupakan bulan suci yang pernah berkah dan penuh ampunan. Pada bulan suci ramadhan ini, banyak ibadah-ibadah yang pahalanya dilipatkan gandakan. Bahkan ada satu malam, malam Lailatul Qadar, lebih dari seribu bulan, 83 tahun. Ada amalan puasa, sejak subuh terbit fajar, Â tidak boleh kita makan dan minum. Walaupun itu sehari-hari halal, tetapi ketika masuk puasa hal itu tidak diperbolehkan. Itu semuanya memberikan latihan kepada kita bagaimana kita bersikap jujur terhadap diri kita dan kepada Allah SWT.
“Kalau kita puasa tidak ada yang tahu, mungkin kita ambir air wudu, kita teguk.  Tidak ada yang tahu, di sebelah kita saja tidak tahu. Itu adalah latihan untuk kejujuran terhadap diri kita,†kata Kapolda Kaltim.
Selaku khatib, Kapolda mengatakan kesabaran, keuletan, itu merupakan ujian kita pada bulan suci ramadhan. Karena Allah SWT menjanjikan kepada kita. Barang siapa yang menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas, khusuk, maka kita akan diberi gelar takwa di sisi Allah SWT. Â Sebagaimana firman Allah dalam ayat 183 Al-Baqarah, yang artinya: Wahai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajikan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
Pahala diberikan Allah SWT kepada orang yang menjalankan orang buasa. Puasa adalah perisai untuk menjdikan kita bertaqwa. Puasa adalah, mencegah perbuatan yang mungkar, dan mengharuskan kita berbuat kebaikan. Puasa yang sempurna, tentunya diharapkan muslim yang menjalankan ibadah puasa.
“Ada dua faktor yang harus dipenuhi, orang yang menjalankan puasa agar puasanya sempurna. Pertama menahan lapar dan dahaga. Tidak boleh makan dan minum. Kedua, kita harus menghindari  pembicaraan haram, fitnah, dan pembicaraan-pembicaraan permusuhan, membicarakan kejelekan-kejelekan orang,†katanya.
Sembari mengutip Hadis riwayat Bukhari: barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta  dan mengerjakannya, maka Allah tidak perlu memandang puasanya yang hanya meninggalkan makan dan minum.
Islam, sebagaimana agama yang sempurna mengharuskan umatnya untuk berperilaku yang baik. Bertingkah laku yang baik terhadap sesama manusia, maupun terhadap makhluk-makhluk yang ada di dunia ini. Terhadap hewan, binatang, terhadap lingkungan. Tidak boleh kita merusak lingkungan, karena akan mendatangkan bencana.
Oleh karena itu, Islam mengharuskan, adanya perilaku dengan hati, perasaan yang bersih, menjaga lisan, menjaga rahasia pribadi, serta berakhlak mulia terhadap dirinya dan seluruh umat manusia, seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hujarat ayat 12 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari buruk sangka atau kecurigaan, karena sebagian dari buruk sangka itu adalah dosa dan janganlan suka mencari-cari keburukan orang lain.
Pesan Alquran ini merupakan jawaban dari fenomena yang kita alami yaitu era globalisasi yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan teknologi informasi. Saat ini ada yang namanya media sosial. Kita gemar saling menyalahkan, saling mencurigai, saling menjelekkan, melalui media sosial.
“Yang seharusnya media sosial itu digunakan untuk saling tolong menolong. Digunakan untuk saling mempererat silatuhrahim antara sesama manusia, antara sesama umat Islam. Saling menghormati, saling tolong-menolong, saling menghargai, agar kita terhindar dari perbuatan menggunjing atau meng-gibah. Itu yang menimpa dunia saat ini, termaduk Indonesia, termasuk di Balikpapan ini,†katanya.
Kapolda mengatakan, kita berada di era globalisasi, yang seharusnya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekologi informasi digunakan untuk kemudahan dalam beribadah. Coba kita lihat, berapa tahun lalu kalau berangkat ke Tanah Suci, harus berbulan-bulan, karena menggunakan kapal laut. Sekarang dengan adanya kemajuan teknologi, hanya beberapa jam sudah berada di Tanah Suci.
Kita sampai di tanah suci, kita menggunakan hanphone bisa berkomunikasi dengan keluarga kita yang ada di Balikpapan. Bisa menanyakan keadaan keluarga di Balikpapan. Itu semua kemajuan teknologi informasi. Yang harusnya kita gunakan itu.
“Kita coba melihat kalimat-kalimat yang terungkap di media sosial, sudah tidak ada sopan santun, sudah tidak ada menghargai, malah sebaliknya. Itu dilarang oleh agama Islam. Sudah dilarang oleh Alquran berapa ribu tahun lalu,†kata Kapolda, selaku khatib.
Padahal Alquran sudah mengingatkan kepada umat Islam, kepada umat manusia, jangan saling menggunjing. Karena menggunjing itu atau mencari kesalah-kesalahan orang lain, menyebabkan rusaknya kehomatan seseeorang. Merusak hati dan ketentraman masyarakat. Mengganggu persatuan dan kesatuan umat Islam. Karena perbuatan menggunjing atau mengghibah orang, merupakan salah satu dosa besar, yang membinasakan dan merusak agama para pelakunya. Baik sebagai pelaku, maupun orang yang mendengarkan dan diam saja.
“Sama saja dosanya. Apalagi ,ikut menyebarkan berita bohong, berita kejelekan itu,†pesan Kapolda.
Untuk menggambarkan bagaimana balasannya bagi orang yang menggunjing, Kapolda kembali membacakan salah satu surat dalam Alquran, yakni Surat Al Hujarat ayat 12 yang artinya:… Dan jangan menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha penerima tobat lagi Maha Penyanyang.
“Secara naluriah, tentu kita jijik memakan daging saudara kita yang sudah meninggal. Itu perumpaan kalau kita suka membicarakan kejelekan orang, menghujat orang, menjelek-jelekkan orang, itu sama dengan memakan daging saudaranya yang sudah meninggal. Yang seharusnya kita jijik, tetapi itu menjadi kegemaran kita saat ini,†kata Kapolda.
Kapolda selanjutnya mengutib dialog antara Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril pada saat perjalanan Israk-Mikraj seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Dalam dialog itu digambarkan ketika Nabi Muhammad melihat suatu kaum yang kukunya panjang, terbuat dari tembaga dan pekerjaannya menggaruk-garuk dadanya. Nabi bertanya kepada malaikat Jibril, siapakah itu, dan dijawab itu adalah kaum waktu dia hidup, suka menggunjing orang, suka membicarakan kejelekan orang, suka mencari kesalahan orang. Membicarakan kesalahan orang lain.
“Nanti, setelah kita kembali dari salat jumat kita ini, coba perhatikan tangan-tangan kita. apakah kuku kita panjang terbuat dari tembaga atau tidak. Kalau kuku kita panjang, sebaiknya dipotong sekarang juga. Berhenti mulai sekarang, menggunjing orang,†kata Kapolda.
Usai salat jumat berjamaah Kapolda Kaltim bersama jamaah Masjid Jabaluussalam melakukan salat ghaib untuk 3 anggota polisi yang gugur dalam peristiwa bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur pada 24 Mei 2017 malam. Pada kesempatan itu, Kapolda Kaltim dan rombongan juga menyepatkan bersilatuhrahmi dengan pengurus masjid dan berfoto bersama.
(Humas Polda Kaltim)