TARAKAN – Sepanjang tahun 2017 lalu, Polres Tarakan bersama Tim Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar (Pungli) hanya berhasil mengungkap satu kasus dugaan pungli pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang melibatkan salah satu oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Ketua RT.
Namun, untuk kasus korupsi diakui Kapolres Tarakan AKBP Dearystone Supit jajarannya belum berhasil mengungkap satu kasuspun. Sebelumnya, ditahun 2015 Unit Tipikor Satreskrim Polres Tarakan hanya berhasil mengungkap satu kasus dugaan korupsi di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Borneo dengan dua orang tersangka. Sementara, satu perkara lagi masih tertunggak saat ini.
“Sebenarnya, kita sedang melakukan penyelidikan satu kasus korupsi. Saat ini kita masih melakukan koordinasi dengan ahli di Jakarta, nanti pulang baru bisa kita ketahui apakah bisa ditingkatkan menjadi penyidikan atau bagaimana,†ujarnya.
Meski masih menolak membeberkan kasus apa yang sedang diselidiki, namun Kapolres membeberkan kasus ini cukup rumit sehingga butuh pembuktian yang mendalam dan jelas.
“Yang jelas, ditahun 2018 ini kita sudah mendapatkan anggaran kasus korupsi lebih besar. Dan delik perkara yang sudah kita lakukan hampir setahun, kemungkinan besar sudah bisa naik tahun ini,†tandasnya.
Diakui perwira berpangkat melati dua ini, untuk kasus korupsi memang merupakan perkara besar yang butuh biaya besar dalam penyelidikannya, berbeda dengan kasus pungli. Meski demikian, Kapolres menegaskan tidak ada tebang pilih dalam pengungkapan kasus yang ditanganinya.
“Kalau korupsi memang besar, tapi sama-sama sulit untuk diungkap seperti pungli. Tapi, Polres Tarakan dalam mengungkap kasus pungli sudah all out dan sudah ada tempat yang dicurigai dan sedang diawasi,†ujarnya
Ia juga mengaku, meski hanya berhasil mengungkap satu kasus pungli, sebenarnya banyak pungli di Tarakan dan hanya belum berhasil terungkap. “Banyak sebenarnya, tetapi yang ketahuan baru satu. Sebenarnya kan kasus pungli ini sama saja dengan korupsi, yaitu kejahatan dalam jabatan,†ungkapnya.
Menurutnya, kasus yang ditangani di Satreskrim kebanyakan adalah kasus berat dan selain menggunakan anggaran besar juga penyelidikan harus benar-benar dilakukan oleh orang yang ahli.
“Karena sebenarnya pelaku korupsi dan pungli ini melakukan kejahatannya pakai otak, bagaimana agar tidak ketahuan, penuh dengan trik. Sekilas dilihat memang kasus korupsi memang berat dan kedengaran pungli itu ringan, tapi sebenarnya cara kerjnaya sama dengan korupsi,†pungkasnya.
Kapolres juga mencontohkan, kasus yang ditangkap untuk kasus pungli misalnya, jika tidak ada laporan maka polisi tidak mengetahui jika ada salah satu instansi pemerintah yang ada pungli. Terlebih lagi, jika transaksi dilakukan didalam rumah.
“Istilahnya, yang memberi ikhlas dan yang menerima merasa tidak rugi makanya tidak akan ada yang laporan, makanya sebenarnya kasus pungli ini juga bisa dikatakan kasus berat,†tandasnya.
Bahkan, jika pengungkapan kasus pungli misalnya dibandingkan dengan kasus besar terkait dugaan pungli di Pelabuhan Samarinda, dengan nilai kerugian yang sangat besar, malah bebas dimeja Hakim.
“Bayangkan, di Samarinda saja bebas, apalagi kalau tidak bisa hadirkan saksi ahli, nanti bisa terjadi seperti di samarinda. Kalau soal izin yang di pungli lebih besar, ini jadi pekerjaan rumah Polres Tarakan untuk bisa mengungkap,†tegasnya.
HUMAS POLDA KALTIM